Gelar Prosesi Wisuda, Rektor UMAHA Beberkan Tantangan di Era Globalisasi

Sidoarjo – Universitas Maarif Hasyim Latif (UMAHA) Sidoarjo, menggelar Wisuda Sarjana dan Diploma ke-20 Periode 2 Tahun Akademik 2021/2022, pada Sabtu (17/9/2022). Prosesi wisuda yang dilakukan di kampus UMAHA, Jalan Ngelom Megare, Taman, Sidoarjo itu, diikuti 350 wisudawan dari Fakultas Teknik dan Fakultas Hukum.

Rektor UMAHA, Prof. Dr. H. Ahmad Fatoni Rodli M.pd. mengatakan, tantangan para wisudawan sekarang ini adalah, bagaimana bisa berkompetisi di era globalisasi. Ketika tenaga kerja lintas negara menjadi sesuatu yang lazim sekarang ini.

“Wisuda kali ini kita mengangkat tema, bagaimana kita bisa bersaing dengan teman-teman lainnya,” imbuhnya.

Menurut Ahmad Fatoni, level kompetensi SDM lokal, sebenarnya disukai para penyedia lapangan kerja di luar negeri.

“Kita ini dari aspek kompetensi sudah oke, dari aspek akhlakul karimah sudah disukai. Tapi dari aspek bagaimana berbahasa, bagaimana berkomunikasi dengan pengalaman internasional, itu yang kurang PD (Percaya Diri), bukan berarti tidak mampu,” terangnya.

Lebih lanjut, Ahmad Fatoni menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke luar negeri. Menurutnya, Indonesia menjadi salah satu negara yang diperhitungkan, karena menjadi bagian G-20. Kelompok negara dengan perekonomian besar didunia.

“Kenapa, Indonesia dilihat sebagai satu-satunya negara ASEAN yang ada dalam kelompok negara G20. Seiring dengan prediksi politik global mengarah ke Timur. Indonesia, India, China, dan Taiwan, menjadi bagian tak terpisahkan dari geopolitik global yang akan mencuat,” jelasnya.

Soal kurang percaya diri dalam berbahasa dan berkomunikasi, bisa diselesaikan dengan praktis di lapangan.

“Kita bersaing dengan teman-teman. Ini kita pesaingnya ada India, Thailand kemudian Filipina. Lihat saja di Jakarta banyak TKA dari negara-negara tersebut,” jelasnya

Ahmad Fatoni menambahkan, dalam percaturan ekonomi global, Indonesia harus bisa memberikan warna sendiri. Yaitu ekonomi Pancasila, di tengah berbagai poros ekonomi, seperti ekonomi konglomerasi dan ekonomi sosialis.

“Kita harus memberikan warna yang berbeda terhadap mazhab ekonomi dunia. Ada ekonomi konglomerasi, ekonomi sosialis. Kita harus coba dengan mazhab Ekonomi Pancasila, dengan mengkaji ekonomi Islam yaitu ekonomi syariah. Yang konglomerasi bagaimana, kemudian yang sosialis bagaimana. Kita kaji dengan Badan Ristek Bidang Ekonomi Kerakyatan dengan membentuk pola kerja sama,” pungkasnya. (Sumber: mercuryfm.id)

Scroll to Top